Tuesday, October 22, 2019

Rendahnya Keterampilan Tenaga Kerja Di Indonesia


  1. Pendahuluan




Perkembangan dan kebutuhan manusia merupakan kelangsungan hidup yang layak. Melihat tuntutan itu manusia berupaya untuk memenuhi kebutuhanya, dengan wujud nyata manusia akan bekerja dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan bekerja manusia akan terikat maupun tidak terikat pada para pihak maupun dalam lingkungan pekerjaannya.





Sebagai seorang warga negara yang melakukan pekerjaan
tentunya mempunyai hak yang sama dalam hukum maupun menikmati
manfaat secara ekonomis. Dimana negara menjamin kepada warga
negaranya untuk dapat berusaha dan mendapatkan penghidupan yang
layak. Salah satu hal yang menjadi tujuan dan menjadi kewajiban negara adalah memberikan kehidupan yang layak bagi masyarakat nya. Hal ini berarti bahwa negaranya akan memberikan kesempatan warga negaranya untuk menikmati dan merasakan kemakmuran bagi hidupnya.









Dalam melakukan pekerjaan seseorang dapat melakukan usaha
sendiri maupun bekerja sama dengan pihak lain serta dapat bekerja
untuk pihak lain. Dengan seseorang bekerja pada orang lain tersebut
maka akan menimbulkan keterkaitan dalam pemenuhan hak dan
kewajiban masing-masing. Maka untuk itu diperlukan suatu aturan
yang dapat menjembatani kebutuhan semua pihak.





Istilah pekerjaan ini biasa digunakan oleh orang dewasa dengan tujuan untuk mendapatkan penghasilan baik yang bersifat rutin atau tidak rutin, penghasilan tersebut bisa berupa upah (harian) atau gaji (bulanan). Jadi pada intinya harus ada timbal balik setelah kita melakukan sebuah pekerjaan





Imbalan yang di dapat atas pekerjaan yang dilakukan tidak selalu berupa uang, namun juga bisa berupa hal lain sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Menurut pemerintah Belanda dalam buku Wetboek van koophandel merupakan merupakan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus atau kontinyu dalam suatu kedudukan tertentu dan dilakukan secara terang-terangan. Pekerjaan tidak berarti harus diartikan secara sempit hanya terbatas untuk mendapatkan imbalan. Tetapi pekerjaan juga bisa diartikan sebagai tugas atau tanggungjawab seseorang dalam menjalani hidup sesuai status, jabatan dan derajat yang dia miliki. Misalnya saja tugas dinas sosial akan berbeda dengan tugas dinas pekerjaan umum.









Ada banyak sekali jenis pekerjaan yang diminati oleh orang-orang seperti pekerjaan kantoran atau pekerjaan di lapangan. Semuanya sangat bergantung pada backround dari masing-masing pencari kerja itu sendiri, jika kemampuan dan pengetahuan yang dimilikinya mendukung untuk pekerjaan lapangan maka ia harus bertugas dilapangan, begitu juga sebaliknya jika orang memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk bekerja di dalam ruangan. Pekerjaan lapangan lebih bersifat teknis, dan ruangan lebih bersifat strategis, perencanaan, dan pengambil keputusan.





2. Isu Hukum





setiap tahun pemerintah selalu menaikkan UMP (upah minimum provinsi) yang dijadikan rujukan menentukan besaran upah bagi buruh. Tapi kenyataannya, buruh selalu meminta kenaikan gaji yang lebih besar. Persoalan terkait ketenagakerjaan tidak hanya terjadi di sumber daya manusia (SDM). Hasil kajian Bank Dunia dan CSIS memberi gambaran nyata tentang persoalan dalam penyediaan lapangan pekerjaan. Tingginya angka tenaga kerja tidak berbanding lurus dengan ketersediaan lapangan pekerjaan. Akibatnya, angka pengangguran di Indonesia masih tergolong cukup tinggi. Dari hasil kajian Bank Dunia dan LIPI soal ketenagakerjaan di Indonesia, terdapat lima permasalahan yang menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dan pelaku usaha.Berikut paparannya.





1.    Outsourcing merana Pekerja alih daya atau outsourcing di Indonesia diyakini sangat jauh dari sejahtera. Gaji mereka saja rata rata berbeda 30 persen dibandingkan karyawan kontrak di perusahaan yang sama. Kepala Kajian Pekerjaan Layak LIPI Nawawi Asmat mengatakan, itu terjadi lantaran pengawasan pemerintah yang sangat lemah. Kondisi ini berbeda dengan Jepang, di mana karyawan outsourcing di sana sangat sejahtera. Indonesia semakin kompleks masalah outsourcing. Jepang ideal sekali dan sangat dilindungi UU nya. Pemerintah Jepang konsen dengan itu. Upah mereka tidak berbeda jauh berstatus kontrak atau tetap.









2. Lapangan kerja tidak sesuai pendidikan Persoalan pengangguran di Indonesia dipicu tiadanya kesesuaian antara jenjang pendidikan dan ketersediaan lapangan kerja. Kondisi ini memicu tenaga kerja terdidik, justru mengambil lahan pekerjaan kelompok tidak terampil. Berdasarkan data yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS), lulusan pendidikan tinggi baru 5 persen dari total angkatan kerja. Alhasil, mayoritas pasar buruh diisi oleh alumnus pendidikan dasar dan menengah. Masalahnya, para warga usia muda kesulitan mengakses informasi soal lapangan pekerjaan. Akhirnya, banyak lulusan SMA bersedia melakoni pekerjaan yang seharusnya diperuntukkan untuk lulusan SD dan SMP. Sekitar 20 persen lulusan SMA rela bekerja di sektor tanpa keterampilan, 65 persen semi-skilled. Fenomena ini imbas dari kegagalan lulusan pendidikan tinggi, khususnya para sarjana, yang juga menganggur dan akhirnya mengambil jatah lulusan SMA. Jumlah lulusan perguruan tinggi yang menganggur saat ini lima kali lipat pengangguran dewasa. Situasi ini sudah tidak sehat, apabila dibandingkan dengan mayoritas negara lain berpenghasilan menengah seperti Indonesia.





3. Akses informasi lapangan kerja sulit Bank Dunia menyoroti fenomena lapangan kerja di Indonesia yang tidak sesuai antara kebutuhan pencari kerja dengan pengusaha sebagai pemberi kerja. Fenomena ini disinyalir muncul akibat ketimpangan informasi, terutama di kalangan anak muda yang baru lulus sekolah. Ekonom Senior Bank Dunia Vivi Alatas mengatakan, 60 persen angkatan kerja muda terlalu mengandalkan model getok tular alias informasi dari hasil obrolan dengan teman atau keluarga. Hal ini menandakan adanya kesulitan angkatan kerja untuk mengakses informasi soal pasar kerja. Kondisi ini, idealnya harus dijembatani oleh pemerintah atau pemberi kerja. Sebab, ketidaktahuan cara mencari kerja bukan hanya dialami lulusan SD atau SMP, melainkan juga SMA hingga sarjana.





4. Ketrampilan tenaga kerja rendah Pemerintah wajib memediasi institusi pendidikan dan pengusaha. Dalam hal ini, wajib ada pelatihan di luar bursa kerja untuk menambah keterampilan generasi muda yang baru lulus sekolah. Indonesia harus mendorong diadakannya pelatihan keterampilan dari pemberi kerja. Untuk kebijakan seperti ini, kita kalah dari Filipina atau China. Hal ini masih ditambah adanya kekurangan mendasar dari mayoritas tenaga kerja di Indonesia. Kebanyakan mereka hebat dan tekun dalam hal teknis pekerjaan, tapi lemah dalam keterampilan lunak (soft skill). Dari data yang ada, kebanyakan tenaga kerja terampil kita kurang di kecerdasan sikap, kemampuan Bahasa Inggris, serta pengoperasian komputer.





Kemudian muncul lagi, Revisi UU Ketenagakerjaan yang dimana pada pasal itu Kurang lebih 50 pasal yang dinilai banyak merugikan buruh.







Menurut catatan Ketua Departemen Hukum dan Advokasi Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Nelson Saragih, untuk sementara ini saja ia menemukan sedikitnya 50 pasal yang mengancam kesejahteraan kelompok buruh.





"Itu terus berkembang, tergantung tingkat pemahaman kita membedah poin tersebut. Kalau aku bilang sekarang sudah 50-an lebih, dan kemungkinan bertambah," kata Nelson saat dihubungi CNNIndonesia.com.





"Karena kan begini, mula-mula kita membaca, belum tertangkap. Tapi kan begitu kita pelajari, kita analisis, lalu apa yang mungkin akan muncul di lapangan, bagaimana sikap dan penafsiran orang. Nah itu jadi banyak," tambah dia.





Seluruh perubahan itu penting untuk dikawal. Tapi tiga hal yang paling utama antara lain mengenai perubahan hubungan kerja, pengupahan, dan ide pengurangan pesangon serta peraturan pemutusan hubungan kerja.







Nelson mencontohkan misalnya tentang hubungan kerja, di mana ada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).





Kata Nelson, dalam perjanjian kontrak ada syarat-syarat kenapa sebuah pekerja tidak bisa dikontrak, misalnya untuk jenis pekerjaan yang sifatnya terus-menerus, kemudian tidak boleh lebih dari 2 tahun dan bisa diperpanjang 1 tahun.





"Ini kan ada batasan-batasannya ya, nah di dalam revisi itu tidak ada lagi," papar Nelson.





Perombakan pada status hubungan pekerjaan itu jadi penting lantaran bisa berdampak pada pengupahan, jaminan sosial hingga perlindungan keselamatan pekerja.





Nelson mencium indikasi bahwa pemerintah bakal menghapuskan upah minimum karena dianggap membuat seret masuknya investor industri padat karya.





"Kalau dikatakan untuk padat karya upahnya boleh di bawah upah minimum, itu artinya dengan sengaja, dengan sadar negara membolehkan warga negaranya masuk ke lembah kemiskinan," kata dia.







Menurutnya diagnosa pemerintah keliru. Sebab berdasarkan analisis Bank Dunia, Nelson menyebut keengganan investor masuk ke Indonesia dipengaruhi oleh angka korupsi, birokrasi yang masih berbelit dan pengenaan pajak yang tumpang tindih. Sedangkan faktor buruh ada pada urutan di bawah itu.





Sementara berdasar dokumen yang diperoleh CNNIndonesia.com, pasal penetapan upah minimum ini salah satu pasal yang diubah. Dalam berkas berjudul Laporan Akhir Analisis dan Evaluasi Hukum Terkait Ketenagakerjaan 2018 itu ditulis alasan perubahan lantaran rumusan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) dalam Undang-Undang dinilai tak sesuai dengan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.





"Terdapat tumpang tindih aturan mengenai penetapan upah minimum, Pendapatan Domestik Bruto dan inflasi sifatnya nasional, sedangkan kebutuhan hidup sifatnya regional," demikian tertulis dalam tabel analisis Pasal 88 dan 89 UU Ketenagakerjaan.





CNNIndonesia.com telah menghubungi Kepala Subdirektorat Kesetaraan Norma Kerja Direktorat Norma Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, Retno Pratiwi untuk mengonfirmasi hasil kajian tersebut namun belum mendapat respons.







Sementara itu Direktur Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Mahatmi Parwitasari Saronto tak menjelaskan detail perubahan terkait upah minimum. Hanya saja berdasar kajian lembaganya poin upah minimum menjadi salah satu yang direkomendasikan untuk diubah.





Hal lain yang dikritik kelompok buruh adalah rencana perubahan ketentuan pesangon. Menurut Nelson, pemerintah berencana memangkas pesangon bagi pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Analisis ini didapat berdasar file presentasi Bappenas mengenai analisis regulasi tenaga kerja.





"Pesangon kita ini dianggap terlalu tinggi. Dia ada ukurannya, dengan dibandingkan dengan negara lain (Brazil). Dia boleh bilang begitu, tapi lihat nominalnya, kita lebih rendah," kata Nelson





3. Hasil dan Pembahasan





Masalah ketenagakerjaan dari waktu ke waktu masih diwarnai
dengan tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi, serta
terbatasnya kesempatan kerja yang tersedia. Jumlah pengangguran
Indonesia menurut Survey Angkatan Kerja Nasional bulan Agustus 2012
masih mencapai 7,7 juta orang atau sekitar 6,56 persen dari total
angkatan kerja. Kondisi demikian juga terjadi di Kota Magelang, jumlah
angkatan kerja di Kota Magelang hingga Agustus 2012 tercatat sebanyak
63.170 orang dan jumlah bukan angkatan kerja tercatat sebanyak
27.775 orang. Angkatan kerja tersebut terdiri dari penduduk berumur
15 tahun ke atas yang bekerja maupun pengangguran. Jumlah angkatan
kerja yang bekerja tercatat sebanyak 57.669 orang, sedangkan
pengangguran tercatat sebanyak 5.501 orang.





Kebijakan menekan angka pengangguran melalui program
pelatihan kerja termasuk dalam kebijakan publik yang bersifat makro.
Penyelenggaraan program tersebut mengacu pada UU No. 13 Tahun
2003 tentang ketenagakerjaan dan PP No. 32 Tahun 2006 tentang sistem
pelatihan kerja nasional. Kebijakan tersebut bersifat makro karena dasar
hukum yang menjadi acuan tersebut bersifat umum dan mendasar.
Melalui penyelenggaraan program tersebut, pemerintah bermaksud untuk
memberikan kemudahan bagi pencari kerja untuk memperoleh
kesempatan kerja dengan cara menyesuaikan keterampilan yang dimiliki
oleh tenaga kerjanya dan kebutuhan pasar kerja. Pasar kerja tidak hanya





mempertimbangkan tingkat pendidikan tenaga kerjanya, namun juga
menuntut tenaga kerja untuk memiliki keterampilan khusus. Pendidikan
pada program pelatihan kerja bukan dengan cara mempersiapkan SDM
sebagai mesin yang dapat bekerja dengan baik, namun mendidik tenaga
kerja untuk terampil dan kreatif sehingga dapat menciptakan lapangan
pekerjaan baru.
Pada praktiknya, kebijakan menekan angka pengangguran dalam
penelitian ini mengandung lebih dari satu tujuan kebijakan. Kebijakan
menekan angka pengangguran termasuk dalam kebijakan regulatif
karena adanya batasan-batasan setiap jenjang pemerintahan dalam
pengelolaan bidang ketenagakerjaan. Selain itu termasuk dalam
kebijakan distributif dengan memberikan kewenangan pada daerah
daerah untuk menguasai dan mengelola sumber daya manusia yang
tersedia sebagai tenaga kerja, didukung dengan kebijakan redistributif
salah satunya yaitu kebijakan pemerintah tentang pelatihan kerja.
Kebijakan menekan angka pengangguran juga memperkuat peran
pemerintah, karena tingginya jumlah pengangguran berdampak pada
berbagai aspek sehingga tidak mampu diselesaikan hanya dengan
melibatkan peran masyarakat saja. Kebijakan tersebut didukung adanya
kepastian anggaran negara untuk mengadakan pelatihan kerja,
walaupun di sisi lain terdapat peran masyarakat yang membantu
program pelatihan tersebut.





Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam mengatasi
pengangguran, namun belum mampu menjangkau seluruh lapisan
masyarakat. Pada sisi lain, laju peningkatan kesempatan kerja tidak
sebanding dengan laju peningkatan angkatan kerja, lapangan kerja yang
tersedia pun tidak dapat menampung tenaga kerja dengan optimal.
Cukup banyak kesempatan kerja tidak dapat terpenuhi karena berbagai
hal, salah satu di antaranya adalah kurangnya bekal keterampilan yang
dimiliki oleh para pencari kerja. Oleh karena itu, kebijakan
ketenagakerjaan secara umum diarahkan pada perluasan lapangan
kerja, antara lain melalui kegiatan penyaluran dan penempatan tenaga
kerja secara lokal di Jawa Tengah maupun antar daerah (di luar Provinsi
Jawa Tengah). Sedangkan upaya peningkatan kualitas dan produktivitas
tenaga kerja dilakukan melalui Program Pelatihan Kerja yang diadakan di
wilayah Kota Magelang, dengan menggunakan dana APBD TA. 2012.
Dasar hukum pelaksanaan Program Pelatihan Kerja ini adalah Undang
undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) No. 900/23/DPA/290/2013 tanggal 4
Januari 2013.





4. Referensi






Previous Post
Next Post

0 komentar: